Minggu, 28 September 2008

Beautifully Stupid Doll 2: Expensive Cola, Usefull Binder Clip

Jessica

Jessica

Dengan semangat Mang Kardi berjaga diposnya, wajahnya sering menengok ke kiri dan kanan, kadang ada ekspresi terlihat tegang, kadang terlihat seperti santai, kadang matanya melotot seperti mau melompat keluar, terkadang terpejam rapat. Mulutnya sering meringis seperti orang yang sedang sakit gigi, kadang-kadang menceracau seperti orang yang sedang mengigau. Sesekali mulut mang Kardi terbuka lebar dan mengucapkan kata “Aoooohhhhhh…!! Duhhhhhh…”

Di antara kedua kaki Mang Kardi yang agak mengangkang nampak seorang gadis cantik tengah berlutut, terdengar suara-suara dari mulut gadis itu yang sedang melakukan hisapan-hisapan pada kepala penis Mang Kardi.”Cpppp.. Cpppp… Ckkkkkk…”

“Mang, Koq ngak keluar- keluar sichh saus asinnya?” Jessica bertanya pada Mang Kardi.

Hari ini Jessica memakai baju kaos berwarna biru muda, dengan bawahan rok mini berwarna putih.

“Ya.., Ehmm Uhh.. Sabar…” Mang Kardi masih celingukan, dibawah tegang, tapi hatinya nggak tenang.

Situasi dan kondisi memang kurang mendukung untuk mengeluarkan “uneg-uneg” diselangkangannya..

Tangan Mang Kardi mengelus-ngelus rambut Jessica ,

“Ayo…Jessica…terusin donggg…,” Mang Kardi protes karena Jessica Andres berhenti mempermainkan kemaluannya.

Lidah gadis itu membelit kepala kemaluan Mang Kardi, bibirnya yang mungil berkali-kali mengecup ngecup batang kemaluan mang Kardi, kemudian gerakannya berhenti, kepalanya kembali tengadah kearah wajah mang Kardi.

“Mang Kardi kan sering bilang, kalo dimasukin kemulut ngak akan bau lagi, tapi koq tetep aja bau ya? baunya juga rada-rada aneh, apa permen loli mang Kardi udah kadaluarsa?” Jessica bertanya dengan serius, tangannya bergerak menggoyang-goyangkan batang kemaluan Mang Kardi ke kiri dan kanan.

Mang Kardi cuma bisa garuk-garuk kepala, cengar-cengir tanpa tahu harus menjawab apa. Sambil menekan kepala Jessica kearah kemaluannya , tangan kiri mang Kardi menjejalkan kepala kemaluannya menyumpal mulut Jessica Andres. Mulut Jessica tampak monyong seperti bayi yang sedang menghisap dot.

“Emmmm… Nyummmm… Nyummm…hummmm” suara mulut gadis itu. Mata Mang Kardi merem melek keenakan, tangannya yang keriput merayap agak kebawah dan menyelinap kedalam baju kaos Jessica dari sebelah atas. Setelah menyelinap kebalik bra gadis itu, tangannya bergerak meremas-remas gundukan bukit dada Jessica yang lembut dan halus. Sesekali gerakan Jessica berhenti ketika merasakan rasa geli yang menggelitiki bukit buah dadanya.

”Manggg… geliii… hehehe” Jessica terkekeh kegelian ketika jemari Mang Kardi mengulas-ngulas puting susunya, gadis mungil itu terkekeh kegelian sambil menatap pria setengah baya itu.

“Cegluk… Ceglukkkkk…..” mang Kardi menelan ludah, wajah Jessica yang imut dan seksi membuat nafsu birahinya semakin naik sampai keubun-ubun kepalanya yang sudah botak.

“Nahhh.., sekarang Jessica duduk… iyaaa begitu…” Mang Kardi bangkit dan membimbing gadis itu duduk dibangku panjang yang terbuat dari bahan rotan, sedangkan dirinya bersujud dihadapan Jessica.

“Ayoo…, masa Jessica lupa, harus gimana duduknya?” si tua bangka bertanya sambil kedua tangannya bergerak mengelus-ngelus lutut gadis itu.

Jessica tampak seperti sedang mengingat-ngingat sesuatu, perlahan-lahan gadis itu mengangkangkan kedua pahanya lebar lebar.

”Harus begini kan ya….??” Jessica bertanya untuk memastikan, matanya yang polos memandangi Mang Kardi.

“Ehmmm.. Hemmm… Ya… betul…!!” kedua tangan Mang Kardi perlahan-lahan mulai merayap semakin lama semakin naik keatas mengelus-ngelus dan terkadang meremas lembut sepasang paha Jessica yang mengangkang lebar.

Setelah menyibakkan rok Jessica, tangan Mang Kardi yang keriput menarik bagian atas celana dalam gadis itu, kemudian menarik kain segitiga itu agar terlepas, Jessica menggerak-gerakkan kakinya membantu agar celana dalam lebih mudah melorot lepas.

Untuk beberapa saat hidung Mang Kardi mengendus-ngendus vagina Jessica, kemudian selanjutnya lidah Mang Kardi terjulur, memutari klitoris gadis itu, mengulas-ngulas seperti sedang membersihkan klitoris Jessica yang semakin mengkilap semakin indah. Sesekali lidah Mang Kardi bergerak dengan gerakan liar dan kasar, mengait- mengait daging kecil itu sampai nafas Jessica berkali-kali tertahan, semakin lama Jessica semakin gelisah. “Uhhhhh. Uhhhhhh… Uhhhhh Waaaa” suaranya terdengar semakin mengairahkan.

“Haaddhh… Huhhhhh ? Crutttt… Cruttttttt…” sebuah hadiah bagi kegigihan Mang Kardi dalam mengelola belahan mungil diselangkangan Jessica, mulut Mang Kardi menghisapi selangkangan gadis itu sampai cairan gurih itu kering dihisap oleh mulutnya yang keriput.

“Sini… Hup…”setelah kembali duduk di atas kursi, Mang Kardi membetot tubuh mungil gadis itu, dan meletakkan Jessica dipangkuannya.

Batang penisnya terselip diantara sepasang paha Jessica yang terasa halus dan mulus ketika batang penis Mang Kardi dengan tidak sengaja bergesekan dengan kaki gadis itu. Tangan Mang Kardi yang hitam kering merayap membelai rambut Jessica kemudian bibir Mang Kardi semakin sering mengecupi bibir Jessica “Cuppphhh.. Cuphhh.. Cupphhhh”, bibir Jessica semakin sering termonyong-monyong menyambut ciuman Mang Kardi.

Lidah Mang Kardi menjilati leher Jessica, sesekali dikecupnya leher gadis itu, sementara tangannya merayap masuk kedalam rok Jessica. Tangan Mang Kardi bergetar ketika mengelusi paha gadis itu yang lembut, halus, dan hangat. Jessica merenggangkan kedua pahanya semakin lebar memberi jalan pada tangan mang Kardi yang merayap semakin keatas kearah selangkangannya. Tangan si tua asik menyusuri belahan bibir vagina gadis itu. Mang Kardi tersenyum, setelah beberapa kecupan kasar, mendadak ia melumat bibir gadis itu dengan lembut. Jessica menarik kepalanya kebelakang ketika merasakan gigitan lembut Mang Kardi pada bibirnya yang mungil. Jessica membuka mulutnya kembali sambil menjulurkan lidahnya keluar, seperti yang sering diajarkan Mang Kardi. Lidah Mang Kardi segera terjulur membelit lidah Jessica yang dilanjutkan dengan lumatan-lumatan mesra pada lidah gadis itu. Tangan mang Kardi merayap dan meremas-remas bagian dada Jessica yang menonjol dibalik baju kaos yang dikenakan gadis itu.

“Mmmm… he he he hemmhh… Ommmhh… Hmmm” suara Jessica yang terkekeh-kekeh kegelian ketka buah dadanya digerayangi seolah-olah tenggelam dalam keganasan mulut Mang Kardi yang tak bosan-bosan mengulum bibir mungilnya

“Cepphhh… cpppppphh…, Cccccckkkkk….” sambil terus melumat-lumat bibir mungil Jessica tangan Mang Kardi berkeliaran menjelajahi lekuk-liku tubuh gadis itu, ke paha, dada dan juga keselangkangan.

“Non Jessy !… Noonnnn Jessy !! ” terdengar suara Mbok Narti memanggil-manggil dari kejauhan.

Wanita tua itu tampak kuatir mencari-cari Jessica Andres. Dengan terburu-buru Mang Kardi mendorong pinggul Jessica agar gadis itu berdiri dari pangkuannya, tangan mang Kardi berusaha merapihkan isi selangkangannya yang tersembul keluar. Jessica berdiri mematung, duh lagi enak-enaknya koq didorong, matanya melirik kearah selangkangan Mang Kardi, tangannya bergerak secepat kilat, lebih cepat dari tangan mang Kardi, sambil berseru khawatir.

“Mang Kardi, harus rapi…, pamali,.nanti ditangkep polisi!!!”

“Janngaaann…!! Sretttttttttttttttttttt….!! Whuadddoowwww….!!” Tubuh mang Kardi tersentak, matanya mendelik ketika tangan Jessica menarik resleting celana satpamnya keatas, ‘Kardi Junior’ pun tergigit oleh resleting celana Mang Kardi.

“Mang Kardi !! Sssssttttttt !!” Jessica dengan polos menempelkan jari telunjuk di bibirnya yang meruncing, gadis itu merapikan bajunya. Pada saat ia hendak memakai celana dalamnya ia kembali melirik Kardi Junior yang sedang tersiksa terjepit di resleting celana Pak Satpam.

“Aduhhh…, mang Kardi Gimana Sihh, Nihhh tutupin pake celana dalem Jessica aja dehhh…” Jessica menutupi Kardi Junior dengan celana dalamnya.

“Harus rapi gini kan ya mang, kalo mo keluar…?” Jessica berputar bagaikan seorang model diatas catwalk, sambil meringis-ringis mang kardi mengangguk.

Jessica tersenyum manis, kemudian ia berlari-lari kecil sambil berteriak keras “Mbokkk Nartiiiiiiiii…..” gadis itu melambai-lambaikan tangannya sambil berlari menghampiri perempuan tua itu.

“Nonnn…, kemana aja tohh Nonnn, Si Mbok nyari sampe kemana-mana.., kalau Non mau keluar rumah, harus bilang dulu sama Si Mbok.. ” Mbok Narti membelai-belai rambut Jessica.

Jessica menggelayut manja ditangan Mbok Narti, kemudian berlari kecil di depan Mbok Narti. Wanita tua itu tersenyum kemudian berteriak keras ketika melihat Jessica menghilang dibalik tikungan jalan

“Tunggu Non, jangan jauh-jauh…” dengan tergopoh-gopoh wanita tua itu mengejar nona majikannya.

“Arrrrhhhmmm, Heudeuhh !! ” terdengar suara jeritan tertahan dari dalam pos Satpam ketika mang Kardi dengan paksa melepaskan “Kardi Junior” yang tercekik di resleting celana satpamnya. Wajah Mang Kardi memerah, matanya melotot tanpa dapat dikedipkan kembali, mulutnya terbuka lebar dan “Nguungggg….,Nguuunnnnnngggg, Haeppp Khekkk Khekkk…, uhukkkkk, uhukkkkkkkkk, uhukkkkkkk” seekor serangga masuk dan tertelan oleh mang Kardi sehingga laki-laki tua itu tersedak dan terbatuk-batuk.

Perlahan-lahan sang surya merayap kembali ke sarangnya, rembulan menghiasi malam yang indah, sesosok tubuh mungil perlahan-lahan naik kelantai dua, menuju pintu kamar Mbok Narti. Pintu kamar Mbok Narti perlahan-lahan terbuka “Krrrrett..” sepasang mata memandangi Mbok Narti, wanita tua itu sedang tertidur pulas kecapaian

“Kasiannn… Mbok Narti…, lagi bobo ngak boleh ganggu” Jessica kembali menutup pintu kamar itu, sebenarnya Jessica ingin minta ditemani jajan ke IndoMart

Jessica menghentikan langkahnya ketika ia lewat didepan kamar ibu tirinya terdengar suara-suara aneh dari dalam kamar itu “Plooooppp Plookkk… plooookkkkk… plokkkkk… Ahhhh.. Ahhhh”

Jessica tidak tahu suara apa gerangan yang terdengar begitu aneh,

“Mama Tiri lagi bobo… koq ada suara orang lagi bertepuk tangan ya ?Ada suara orang kesakitan lagi, Ihhhh serem….!! ” Jessica buru-buru berjingjit menjauhi kamar ibu tirinya.

Jessica meloloskan dirinya dari celah jendela yang terbuka lebar, sebuah tas ransel kecil menggantung dipunggungnya. Isi tas ransel itu berbagai rupa termasuk binder clip besar untuk menjepit kertas, dan mungkin juga untuk menjepittttttt….. sesuatu yang lain ?!Hmmmm…

“Minta ditemani mang Kardi aja.. Ahh…”pikir Jessica sambil melangkah menuju pos satpam, namun ia kecewa.

Dari kejauhan terlihat jalan Mang Kardi agak aneh, wajahnya seperti orang yang kesakitan (akibat little accident siang tadi., sepertinya, Kardi Junior masih belum pulih.dan harus dirawat “di rumah sakit khusus”, dibalik celana dalam Mang Kardi yang dekil) sesekali mulut mang Kardi menguap, matanya sudah mengantuk. Akhirnya setelah menghela nafas panjang Jessica memutuskan untuk pergi seorang diri.

“Mana nihhh…?” Jessica cemberut, sudah lama ia berdiri menunggu, tiba-tiba matanya berbinar-binar melihat sebuah mobil angkutan kota di kejauhan.

Tangannya yang mungil melambai-lambai mencegat angkutan kota yang semakin mendekat.

“Yeeee… , malah lewat….” Jessica menggerutu ketika angkutan kota itu lewat tanpa berhenti.

Namun kekesalan dihati Jessica mendadak hilang karena angkutan kota itu mendadak berhenti sambil membunyikan klakson. “Duh koq ngak dari tadi sih berhentinya?” kening Jessica berkerut dengan mulutnya yang semakin runcing.

Jessica berlari-lari kecil karena takut angkutan kota itu meninggalkan dirinya. Tangannya membuka pintu sebelah depan dan langsung naik.

“Mau kemana , malam-malam begini ?” Bang Harun melirik Jessica, ada tatapan jahat yang tersembunyi dari pancaran sinar matanya.

“Ke IndoMart…, Ayooo pakkk jalan….” Jessica bersandar pada kursi jok, wajahnya tampak ceria.

Jessica menolehkan wajahnya kekiri dan ke kanan, ada mobil, ada motor biarpun cuma sedikit, memang nggak seramai siang hari. Hmm pasti orang-orang udah ngantuk, pada bobo, pikir Jessica.

“Pakkk… nanti tungguin Jessica ya…,” Jessica memohon sambil menoleh pada Bang Harun yang mengangguk sambil tersenyum-senyum jahat.

Akhirnya sampai juga Jessica ditempat tujuan, singkat katanya sih udah berhasil belanja nih, sebotol susu Indomilk, trus permen loli rasa strawberry, coklat, terus sebotol coca cola untuk Mang Kardi, terus tidak lupa koyo buat Mbok Narti. Jessica membuka tas ranselnya, kemudian mengambil dompet kecil, selembar uang seribuan diacungkan pada kasir.

“Eee… kurang dik….” Kasir wanita itu tersenyum ramah.

Jessica mengacungkan lagi selembar uang lima ribuan, ternyata masih kurang, saatnya mengeluarkan lembaran uang terakhir yang ada didompet kecilnya hmm angka lima nya ada satu, angka nol nya ada empat, kemudian mengacungkan selembar uang di tangannya, Jessica tersenyum ketika wanita itu berkata cukup. Ia keluar dari Indomart dan tampak gembira ketika melihat mobil angkutan kota itu masih setia menunggu diseberang. Jessica menyebrang dengan hati-hati, kemudian tangannya yang mungil membuka pintu depan.

“Pulang pak….” Jessica bersandar, lama kelamaan matanya mulai terpejam-pejam, kepala Jessica terangguk-angguk dan akhirnya ia tertidur pulas.

Bang Harun menelan ludah sambil berkali-kali menengok kearah gadis itu yang kini sedang tertidur pulas, gadis itu memakai baju kaos putih bertuliskan You can See tanpa lengan dengan bawahan rok ketat mini berwarna hitam. Sopir angkot itu membelokkan angkutan kota itu ke sebuah tempat yang sepi, tidak berapa lama mesin mobilpun berhenti, suara jangkrik dan kodok terdengar dengan jelas. Sebuah tempat yang jauh dari keramaian dan rumah penduduk. Tangan Bang Harun terjulur ke arah paha Jessica, tangannya mengusap-ngusap lutut gadis itu, kemudian merayap naik. Perlahan-lahan ditariknya rok Jessica ke atas, nafas Bang Harun semakin memburu menatap sepasang paha mulus gadis itu yang mulai terexpose seiring dengan gerakan tangan Bang Harun yang terus mengusur rok gadis itu keatas, dinyalakannya lampu kecil didalam angkot itu agar matanya dapat lebih jelas menyaksikan sepasang paha mulus milik gadis itu. Bang Harun menelan ludah ketika telapak tangannya menyentuh permukaan paha Jessica yang halus dan mulus. Beberapa kali telapak tangannya bergerak mengusap-ngusap paha gadis itu dan kini semakin naik dan naik, kearah selangkangan Jessica.

“Ihhhh…. , ngapain sichhhh…. Hoaaaaammm” gadis itu mengigau,

Kepala gadis itu tergolek kearah Bang Harun, tangan Bang Harun yang bertato membelai rambut gadis itu.

“Cantikk…, cantik sekali…”Bang Harun menatap wajah Jessica yang sedang tertidur pulas.

Ia tidak menyadari bahaya besar yang sedang mengancam kegadisannya ditengah malam ini, perlahan-lahan Bang Harun mendekatkan wajahnya pada wajah Jessica. Hidungnya mengendus wangi harum yang lembut.

“Cupp.. Cuppppphhh…” bibir Bang Harun mengecup bibir Jessica yang mungil, sementara tangan Bang Harun semakin asik merayapi permukaan paha gadis itu yang masih tertidur pulas.

“Ehhhhhhh… “Jessica membalikkan tubuhnya ke arah kaca. Bang Harun tersenyum sambil semakin merapatkan tubuhnya, tangannya menarikkan tangan kanan Jessica keatas, hidungnya mengendus-ngendus ketiak Jessica, dikecupnya beberapa kali sebelum lidahnya terjulur-julur keluar bagaikan lidah seekor ular, jilatan-jilatan lembut mulai menerpa ketiak gadis itu, bibir pria itu mulai melumat-lumat dengan semakin bernafsu.

“Ihhhhh….hemmmhh… ” mendadak Jessica membuka mata sambil menarik tangan dan menggeser tubuhnya, wajahnya yang imut masih tampak mengantuk.

“Dimana ini…?” Jessica menatap sekelilingnya, gelap, sepi, gadis itu menoleh kesamping kearah sang sopir angkutan kota yang terkekeh-kekeh.

“Dimana ini pakkkk….?” Jessica bertanya sekali lagi sambil menatap Bang Harun..

Bang Harun tidak menjawab ia membelai rambut Jessica, gadis itu menatap dengan tatapan matanya yang polos. Jari telunjuk Bang Harun bergerak dari sisi kiri telinga gadis itu terus turun ke dagu Jessica. Tangan Jessica menepiskan tangan Bang Harun karena merasakan kegelian. Mendadak bibir Bang Harun mengecup bibir Jessica kemudian melumatnya dengan kasar. Gadis itu hendak menarik kepalanya ke belakang namun tangan Bang Harun bergerak kebelakang kepala gadis itu dan menahannya.

“Mmmmm… Mmmmm… mmmm” kedua tangan Jessica yang mungil berusaha mendorong dada Bang Harun yang mendesak tubuhnya.

“Heeeemmm…!!Hemmh” suara mulut Jessica terdengar keras, dadanya turun naik berusaha mengambil nafas, gadis mungil itu kehabisan nafas karena mulut Bang Harun mengulum dan menghisap-hisap mulutnya dengan kuat.

“Auffff… Haaahhhhh… Ha..uhhhhh…..” suara mulut gadis itu ketika Bang Harun melepaskan lumatannya.

Mulut Jessica megap-megap berusaha mengambil nafas, dadanya bergerak turun naik seirama dengan helaan nafasnya.

“Nama kamu siapa ? Hemmmm…Cuuupphh” Bang Harun bertanya sambil mengencup mulut Jessica yang sedikit terbuka.

“Jessica.. Andresss…” Jessica menyebutkan namanya dengan lengkap, gadis itu menunduk menatap tangan Bang Harun yang menyelinap kebalik roknya.

Pada saat tangan Bang Harun menyentuh permukaan vaginanya, Jessica mengangkangkan kedua kakinya seperti yang biasa ia lakukan jika Mang Kardi mulai memainkan tangannya diwilayah tersebut. Merasa diberi angin, tangan Bang Harun semakin berani menyelinap kebalik celana dalam gadis itu. Tangan Bang Harun bergerak menggesek-gesek belahan bibir vagina Jessica. Lendir-lendir licin semakin banyak meleleh, membasahi kain segitiga putih itu dan membuat sebuah cetakan yang indah di selangkangan Jessica. Bang Harun merasa belum puas kalau hanya melihat cetakannya saja, tangannya dengan kasar membetot kain segitiga di selangkangan gadis itu sampai melorot dan terlepas dibawah kakinya. Bibir mungil Jessica meruncing tampaknya ia marah, sebentar melihat ke selangkangannya, sebentar melihat arah Bang Harun yang asik menatap selangkangan gadis itu, duh ini orang koq kasar amat maen betot aja, maen buka baju, buka rok, dll, dsstt gimana sih, belum juga Jessica berpikir lebih jauh ia memekik kecil ketika mulut Bang Harun mengecup-ngecup permukaan vaginanya, kecupan-kecupan liar Bang Harun membuat Jessica kegelian, bahkan teramat geli, ketika lidah laki-laki itu memoles-moles bibir vaginanya, rasa marahnya mendadak menghilang merasakan sapuan lidah Bang Harun yang membawa sejuta kenikmatan.

“Eeehh… , duhh… aduhhhh… ehhh geli Aha ha ha ha” Jessica tertawa -tawa, kedua tangannya yang mungil mendorong-dorong kepala Bang Harun, laki-laki itu semakin lahap mengecup dan mengendus-ngedus selangkangan Jessica, sampai akhirnya

“Uwwwwahhh….!! Cruttt Cruttttt…. ” Jessica menjerit merasakan rasa nikmat yang berdenyut-denyut diselangkangannya, tubuhnya tergolek dengan lemas, nafasnya terputus-putus, sesekali tubuhnya menggelinjang merasakan rasa nikmat akibat sedotan-sedotan mulut Bang Harun.

“Srrupppphhh… Srrupppphhhh…..” mulut Bang Harun menyeruput cairan-cairan yang meleleh dari sela-sela bibir vagina gadis itu.

Jessica kembali kelojotan, mulutnya yang mungil sedikit terbuka dan tampak seksi. Mulut Bang Harun kini menerkam gumpalan daging ranum di dada Jessica

“Achhhh… Owww….! Owww !” tubuh Jessica melenting-lenting ketika mulut Bang Harun melumat puting susunya dengan kasar dan liar.

Mulut Bang Harun berdecak-decak ketika melahap buah ranum di dada Jessica, lidahnya melingkari puting susu Jessica sebelah kanan sambil sesekali menggelitiki puting Susu gadis itu yang berwarna pink. Tangan Bang Harun.meremas-remas induk payudara Jessica sebelah kiri.

”Oughhh…. , Hsssshhhhh…. Ahhhhhh” bibir Jessica semakin keras mendesah-desah.

“Uhhh… Uuuuuuaaa…..” suara yang terdengar dari mulut gadis itu ketika Bang Harun membalikkan tubuh Jessica Andres dengan kasar, mulut Bang Harun menciumi bongkahan buah pantat Jessica yang menggumpal padat, sesekali digigit-gigitnya dengan lembut bongkahan buah pantat gadis itu. Nafsu Bang Harun semakin menggelegak, lidahnya menari-nari di sela-sela buah pantat Jessica

“Esssttt.. Uhhhh… Eeeeh…nga bolehhh.. itu….., Jorokk…! Jorokkkkk!” Jessica meronta-ronta ketika lidah Bang Harun menyelinap menggelitiki lubang anusnya.

Tangan Bang Harun melingkar dan mendekap kuat-kuat pinggul gadis itu sehingga Jessica tidak dapat berbuat banyak, akhirnya karena kecapaian gadis itu hanya terdiam lagi pula ada rasa geli dan enak ketika lidah Bang Harun menyelinap dan mengulas sela-sela pantat dan mengait-ngait lubang anusnya. Bang Harun kini berlutut dibawah kemudi kemudian tangannya mendorong pinggul gadis itu agar lebih menungging keatas, kemudian dengan lahap mulut Bang Harun melumati lubang anus Jessica.

“Ohhhhh…, Pakkkkk… Uchhhhhhhh….” sesekali Jessica menarik pantatnya ketika Bang Harun dengan gemas menggigit kecil lubang anus Jessica yang empot-empotan

Jari tangan Bang Harun menekan lubang anus Jessica dan dengan sekali tusuk Bang Harun mencoblos lubang anus gadis itu.

,”Awwwwww….!! Aduhhhhh…. !! kebakarannn…, uhhh panas… perihhh…!!” Jessica berteriak-teriak keras

Tangan Jessica merangkul tas ranselnya kuat-kuat menahan rasa panas dan perih yang mendera lubang anusnya.

“Haaaauuh…” mata Jessica kadang-kadang mendelik merasakan ada benda asing yang keluar masuk dilubang anusnya. Panas, ada rasa gatalnya dan perasaan aneh yang mebuat jantungnya semakin berdetak dengan kencang. Tubuh gadis itu terdiam, yang terdengar hanyalah desahan nafasnya saja yang terengah-engah memburu dengan kencang. Sambil tersenyum lebar Bang Harun mulai mensejajarkan kemaluannya dengan lubang anus Jessica , ia merasa korbannya sudah tidak berdaya dan bertekuk lutut secara total pada dirinya.

“Aaaaa… Auuuuwww… ” Jessica kesakitan ketika kepala kemaluan Bang Harun berusaha menerobos lubang anusnya demi meraih secuil kenikmatan, gadis itu menjerit keras ketika kepala kemaluan Bang Harun menerobos lubang anusnya.

Lubang anus Jessica mengigit leher penis Bang Harun namun ketika Bang Harun hendak melakukan penerobosan lebih dalam.

“Bukkkkkk….Ploooppp Ceklekkkkkk…. Huppppp…..” tanpa terduga Jessica menendangkan kakinya kebelakang sehingga Bang Harun terjengkang kebelakang dan kemaluannya terlepas dari jepitan lubang anusnya, bersamaan dengan itu Jessica membuka pintu mobil dan meloncat keluar sambil membetot tas ranselnya, gadis itu kabur ketakutan.

Dengan tidak kalah sigap Bang Harun membuka pintu mobil dan mengejar Jessica, tangan Bang Harun bergerak menyambar.

“Aduhhhhhh….” Jessica menjerit ketika tangannya yang mungil ditarik oleh Bang Harun sehingga langkahnya tertahan.

“Mau kemana lu? Hahh!” Bang Harun melotot dan membentak Jessica, Deggg… Deggggg… degggggg, jantung Jessica berdetak dengan kencang.

“Orangg Jahatttt…!! Pergi.. Pergiii….!!” Jessica memukul-mululkan tas ranselnya, Bang Harun terkekeh-kekeh sambil terus menghampiri gadis itu.

Punggung Jessica tertahan oleh body mobil angkutan kota. Jessica tiba-tiba teringat dengan film Tom & Jerry, posisinya sama seperti Jerry yang sedang terancam oleh Tom, Hmmmmmm…., Jerry menjalankan siasatnya , pura-pura tunduk pada Tom. Jessica juga kini tunduk pada Bang Harun, tangannya melepaskan tas ransel itu kebawah. Kemudian dielusnya batang penis Bang Harun. Kemarahan si sopir angkot mendadak reda setelah merasakan elusan lembut Jessica dibatang kemaluannya. Batang kemaluan Bang Harun tambah keras ketika Jessica bersujud sambil berpegangan pada batang kemaluannya. Lidah Jessica terjulur keluar dan mengulas-ngulas melingkari kepala penis Bang Harun.

“Cpppkkk… Cpkkkkk… Cpkkkkkk…” suara berdecak mulut gadis itu ketika sedang melumat-lumat kepala penis Bang Harun.

Sambil melakukan lumatan dikepala penis Bang Harun, tangan Jessica bergerak mengocok-ngocok batang penis Bang Harun yang hitam

Lidah Jessica bergerak mengulas - ngulas batang penis Bang Harun sampai batang penis itu basah terbasuh oleh air liur Jessica Andres, sesekali mulutnya mengecup menciumi batang penis Bang Harun dan juga mengecup-ngecup biji kemaluannya.

“He he he…” Bang Harun terkekeh-kekeh senang

Jessica memasukkan kembali kepala penis Bang Harun ke mulutnya yang mungil, mulut gadis itu tampak kempot menghisap-hisap dengan kuat. Kepala Bang Harun terangkat, tengadah keatas, matanya terpejam merasakan rasa nikmat emutan Jessica dikepala penisnya, kepala Jessica bergerak maju mundur dalam gerakan yang teratur, demikian juga tangan mungil gadis itu dengan teratur dan perlahan-lahan membuka resleting tas ranselnya, tangannya mengodok-ngodok mencari-cari sesuatu. Tangan Jessica menggenggam sesuatu ditangannya, tangan Jessica bergerak menekan benda itu sampai benda itu ternganga mirip mulut seekor buaya dannnn…!!!

“Krepppppppppppp….. WHUAAARRRGGHHHH!!!!!!” mata Bang Harun melotot, raungan keras terdengar dari mulutnya, nafasnya megap-megap dengan wajah mengernyit kesakitan..

Sambil menjerit keras Jessica memukulkan tinjunya keatas “Royuken…Hiaaattttt!!!” , Jessica meniru pukulan Ryu tokoh favouritenya di game Street Fighter

“Bukkkkkk……” tinju Jessica mendarat tepat diselangkangan Bang Harun.

“Ngheeeekkkk….” suara Bang Harun tercekik ditenggorokannya, laki-laki itu roboh kebelakang, setelah menggeliat beberapa kali Bang Harun berhenti bergerak, matanya terpejam rapat, sebuah binder clip berukuran besar menggigit kepala kemaluannya.

“Jessica menang!! K.O !!” kemudian dengan terburu-buru Jessica memakai pakaiannya kembali, tanpa menoleh kebelakang Jessica berlari sekuat tenaga sambil menggendong tas ransel dipunggungnya, entah berapa lama ia berlari, nafasnya sudah terengah-engah, aduh keringatan, panas, cape, haus.. Jessica mencari-cari sekotak sebotol susu Indomilk rasa coklat di dalam tas ranselnya. Tiba-tiba telinga Jessica mendengar suara erangan, Ehh, ada motor yang terguling, ehhh… ada orang…., Jessica menghampiri orang yang terlentang di atas tanah.

“Omm…., kenapa…? Aduhhh darahhh…” Jessica melihat lengan orang itu berdarah, tangan mungil Jessica terjulur kearah ikat kepala orang itu sambil berkata dengan polos.

“Ommm…, yang luka kan lengannya Om, bukan kepalanya Om, Sini Jessica balutin…” Jessica membuka kemudian membalutkan ikat kepala orang itu, dilengannya yang terluka.

“A.. Aiirrr…” Orang itu tampak lemah, bibirnya tampak kering.

Jessica menatap sebotol susu Indomilk rasa coklat ditangannya, sebentar kemudian menatap orang itu, sambil menghela nafas panjang Jessica mengalah karena tidak tega melihat keadaan orang itu yang sangat membutuhkan pertolongan.

###########################

Satu Jam kemudian

“Ommm… Renegade nggak apa - apa ?” Jessica bertanya sambil membantu orang itu berdiri.

“Om Renegade ? kenapa kau memanggilku Om Renegade, gadis kecil ?” tanya orang itu.

“Habis…, rambut Om mirip kayak jagoan di Film Renegade…, terus badannya gede, tinggi, biarpun muka om jelek tapi baekk” jawab Jessica sejujurnya..

“Ha HA HA… dimana rumahmu gadis kecil ?” orang itu tertawa sambil menuntun tangan Jessica, tinggi Jessica hanya se-ulu hati orang itu ,

“Ommm, nama saya Jessica, bukan gadis kecill..” Jessica memberitahu Om Renegade.

“Brmmmm,, Brrrrrmmmm…..”

Tidak berapa lama terdengar suara motor meninggalkan daerah itu.

Jessica menutup hidungnya dengan tangan kiri, aduh rambut Om Renegade bau asem, jarang keramas kali ya ? wah gawat bisa mati keracunan nih..!!

“Ommm berhenti Ommm…!!! “Jessica menepuk-nepuk bahu orang itu ketika matanya melihat mobil taksi menghampiri dari kejauhan.

“Lohhhh kenapa ?” Orang itu keheranan.

“Pokokknya berhenti Ommm….” Jessica merengek-rengek

“Brrrrmmm.. Brmmmmm” Orang itu menghentikan motornya dipinggir jalan.

“Takssssiiii…!! Taksssiiii !! ” Jessica menjerit sambil melambai-lambaikan tangannya, mobil taksi itupun merapat, Jessica membuka pintu taksi dan duduk di depan.

“Lohhh… , biar aku yang mengantarmu gadis kecil…”Orang itu tampak khawatir

“Eeee…, Enggak deh Ommm, Jessica pulang naik taksi aja… Hatcchiii..!! ” Jessica menolak tawaran Om Renegade, gadis itu bersin berkali-kali.

“Hallo Bung, biar aku lihat KTP mu, ” Om Renegade mengeluarkan PDAnya, tampaknya Om Renegade sedang menyimpan identitas pengemudi taksi itu.

“Antarkan dia dengan selamat sampai kerumahnya, ingat itu baik-baik bung!!” Om Renegade berkata dengan tegas, tanpa banyak membantah pengemudi taksi itu mengangguk.

Mobil taksi itu langsung meluncur membawa Jessica menuju rumahnya,

“Pakkk…, berhenti disini pakkk… Stopppp…” Jessica berteriak, gadis itu tampak ceria.

“Mang Kardiiii…!!” Jessica memanggil nama orang yang setengah mengantuk sedang berjaga diposnya.

“Ehhh… , Jessica… habis dari mana.., waduh sudah jam 01.30 ini…”Mang Kardi melihat jam tangannya.

“Manggg, ini buat mang Kardi…” Jessica turun dari taksi kemudian menyodorkan sebotol coca cola

“Wahhhh, Makasihhhh…”

“Pakkk,, uang Jessica tinggal segini… Cringg Cringg Crinngg” Jessica mengeluarkan uang sisa belanja dan memberikannya pada sopir taksi.

“Kalau kurang, bapak ini yang bayar… ya….” telunjuk Jessica menunjuk hidung mang Kardi, kemudian setelah pamit Jessica melangkah dengan santai.

“Kurangnya Rp 87.500..lagi pakkk” sopir taksi itu menagih angka yang masih belum terbayarkan.

“Hahhhhh !!! “mang Kardi shock, dengan lemas mang Kardi mengeluarkan dompet bututnya dan menarik selembar uang seratus ribuan.

“Aduh, maaf, ada uang pas ?, nggak ada kembaliannya pak..”

“Sudahh, nggak apa-apa” mang Kardi menjawab dengan lemas seperti sedang mengigau, wajahnya masih bengong, sebentar menatap Jessica yang sudah menjauh, sebentar menatap sebotol Coca Cola ditangannya.

”Wahhh…. Terimakasih pak !! ” mobil taksi itupun berlalu

“Whaduhhhh….kembaliannya Oiiiiii!!” tiba-tiba Mang Kardi berteriak.

Wajahnya tambah kusut, rupanya ia baru tersadar, setelah suara taksi itu menghilang dikejauhan. Mata Mang Kardi melotot menatap sebotol Coca Cola ditangannya, Coca Cola termahal didunia seharga seratus ribu rupiah. Mulut pria itu terbuka lebar, matanya berkaca-kaca..

Nightmare Sidestory: Lesson from Joane

Kilatan cahaya dan kelap-kelip lampu disco yang mengikuti irama musik underground memenuhi dance floor tempat para muda-mudi asyik melewati malam dengan berdansa, minum alkohol, ngobrol-ngobrol, dan kegiatan lainnya. Sebagian besar yang hadir malam itu adalah mahasiswa/i karena malam itu sedang acara campus nite. Di tempat clubbing elite itu mereka bersantai dan melupakan sejenak kesibukan dan stress mengenai masalah kuliah. Diantara mereka yang bergoyang mengikuti irama musik nampak Joane, Devi, serta beberapa teman wanita dan pria mereka. Setelah puas bergoyang Joane kembali ke sofa tempat teman-teman lainnya berkumpul, ia pun bersulang segelas kecil Jack Daniels. Ia nampak seksi malam itu dengan tank top kuning dan rok mini putih yang memamerkan pahanya, Ia pun larut dalam canda tawa dengan mereka, kadang untuk mengobrol mereka harus agak berteriak mengimbangi dentuman-dentuman speaker yang bising itu.
“Loh, Jo…bukannya itu si Yogi !” sahut Anna, seorang temannya.
“Hah ?? apa ?” tanyanya agak keras.
“Yogi…cowok baru lu tuh !” Anna mengeraskan suara sambil menunjuk.
Joane menengok ke belakang ke arah yang dimaksud temannya, senyuman di wajahnya mendadak hilang. Matanya memandang tajam ke arah seorang pria berambut spike yang sedang baru duduk di sofa lalu merangkul seorang gadis cantik, mereka sepertinya begitu akrab sampai-sampai si cewek mengecup pipinya begitu dia duduk.

“Bangsat !” makinya dalam hati sambil bangkit berdiri dengan tangan terkepal kuat.
Seorang temannya memegang pergelangan tangannya bermaksud menahan, namun ia menyentak tangannya dan tetap berjalan menghampiri pria itu. Orang-orang yang berkumpul di sofa itu memandang ke arahnya, begitu juga pemuda berambut spike yang baru datang itu, ia kaget dan langsung menurunkan tangannya dari bahu gadis itu begitu melihat Joane sudah berdiri disitu sambil melipat tangan, lalu ia segera membuang muka dan meninggalkan mereka. Seperti yang diharapkan, pria itu mengikutinya keluar ruangan. Joane menghentikan langkahnya di dekat toilet yang agak sepi dan jauh dari hingar bingar musik.
“Dasar laki-laki brengsek, lu tau kan gua paling gak suka diboongin !” ia langsung menyemprotnya dengan marah.
“Jo…Jo…please denger dulu dong, kita tuh emang abis bicarain urusan kerja, udah gitu baru temen-temen gua ngajakin ke sini” Yogi berusaha menjelaskan sambil meletakan tangan ke bahu Joane yang mulai uring-uringan.
“Terus cewek itu nyium lu juga disuruh temen lu? iya !?”
“Aduh Jo, itu kan cuma gitu aja…lagian dari sebelum jadian kita duaan juga udah ga perawan ini kan ?”
“Cuma gitu aja hah lu bilang !” Joane benar-benar marah mendengar jawaban itu, minta maaf pun tidak malah masih membela diri. Ia menepis tangan pemuda itu dari bahunya, lalu menamparnya dan berlari meninggalkannya.

Dengan hati hancur ia berlari ke mobilnya di basement parkir. Begitu masuk dan menutup pintu, ia mengeluarkan ponselnya dan menulis SMS, ‘Dev,ntar u sama si Anna plg ikut yg lain aja yah, sori gw hrs plg duluan’. Setelah mengirim SMS itu ia menghidupkan mesin mobil dan menjalankannya. Sepanjang pejalanan pikirannya nerawang sampai diteriaki ‘goblok’ oleh seorang pengendara motor karena menyalip jalur dengan kecepatan tinggi. Untuk kesekian kalinya ia kembali menelan pil pahit dalam berpacaran. Memang ia mengakui dirinya bukanlah wanita baik-baik, ia seorang ayam kampus yang pernah terlibat macam-macam petualangan seks, namun setidaknya selama ini ia tidak pernah berbohong pada para pria yang menjadi pacarnya. Pada mereka yang pernah menjalin hubungan kasih dengannya ia selalu mengakui latar belakangnya yang suram dan kalau mereka mau menerima apa adanya ia akan berusaha memperbaiki diri. Namun selama ini kebanyakan laki-laki itu hanya menginginkan tubuhnya sehingga ia sudah terbiasa disakiti dan makin terjerumus dalam kehidupan yang kelam, terlebih ia kini telah menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat itu. Sebulan lalu ia baru saja mencoba hubungan serius dengan Yogi, eksekutif muda itu, yang berhasil menundukannya. Pemuda itu menjanjikannya segudang harapan bahwa ia menerima dirinya yang telah kotor itu apa adanya dan bersama mereka akan menghadapi masa depan yang lebih baik. Di pundak pemuda itu, Joane telah menaruh harapan besar tentang hari depannya setelah lulus nanti dan lepas dari cengkraman Imron. Namun baru sebulan saja janji-janji itu hanya tinggal janji, persis janji-janji para politikus setelah memenangkan kampanye, semua pria sama saja, hanya pintar mengobral janji dan bermanis mulut.

Sampai di kamar kostnya ia langsung membanting tubuhnya ke ranjang, dipeluknya bantal guling sambil menangis sejadi-jadinya. Pria itu bahkan belum menelepon untuk setidaknya minta maaf. Tak lama kemudian ia tertidur kelelahan tanpa sempat berganti pakaian. Ia baru bangun pagi hari jam sepuluh ketika matahari menerangi kamarnya. Setelah menyesuaikan matanya yang baru menyesuaikan diri dengan cahaya, ia turun dari ranjang dan melepaskan pakaiannya hingga bugil lalu memasuki kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya. Di kamar mandi, ia memutar kran dan mengucurlah air dari shower membasahi tubuhnya. Sambil menyabuni tubuhnya, dalam pikirannya masih terbayang-bayang kejadian semalam, apa gerangan yang sedang dilakukan lelaki itu sekarang, pasti ia juga baru bangun setelah tidur seranjang dengan gadis itu atau mungkin sekarang mereka sedang meneruskan babak selanjutnya di kamar mandi. Tapi…ah sudahlah ngapain juga harus memikirkan seperti itu terus, ini memang bukan pertama kalinya, tapi entah sampai kapan akan ada lelaki baik yang bukan hanya menginginkan tubuhnya dan serius mencintainya.

Sebagai ayam kampus ia juga tidak berharap terlalu muluk untuk mendapatkan lelaki yang perfect, penampilan tidak terlalu pentinglah, kekayaan pun ya bisa ditempatkan di nomor sekianlah karena keluarganya termasuk sangat berkecukupan, yang diperlukannya hanyalah kasih sayang tulus dan perhatian yang tidak pernah didapat dari orang tuanya sejak kecil, mereka selalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan seringkali bertengkar bahkan tidak jarang di depan dirinya. Mamanya yang lebih sayang pada adik laki-lakinya sering mencubit dan memukulnya bila berbuat salah. Kurangnya kasih sayang dan perhatian inilah yang membuat Joane menjadi rusak. Sejak kehilangan keperawanan pada umur 16 tahun, hidupnya semakin tak karuan, terlebih saat itu ia telah tinggal di kost jauh dari keluarga. Ia mulai menjual diri dan kecanduan seks, predikat wanita nakal mulai melekat pada dirinya. Sebenarnya dalam hati kecil Joane, ia pun ingin merasakan cinta yang tulus dan kelak membangun keluarga bahagia, ia juga senang sekali dengan anak kecil, hal ini nampak dari hubungannya dengan keponakannya yang masih balita, ia begitu akrab bermain-main dengan mereka. Kepolosan dan kelucuan merekalah yang dapat membuatnya seperti meneguk setetes kebahagiaan di tengah hidupnya yang kelam. Sebagai manusia tentu ia tidak ingin berkubang dalam lumpur dosa selamanya, beberapa kali ia mencoba memperbaiki diri setiap ada lelaki yang dianggapnya benar-benar mencintainya, namun beberapa kali pula mereka mengecewakannya sehingga membuatnya terjerumus makin dalam.

Sejak Yogi menyatakan cintanya sebulan lalu ia telah mengurangi merokok dan menolak seks dengan pria lain selain pemuda itu dan tentu saja Imron yang telah menguasainya. Dengan segala rayuan gombalnya mampu membuat Joane yakin dialah ‘sang prince charming’ yang selalu dinantinya, terlebih keduanya memiliki latar belakang yang sama-sama kelam, Joane telah mendukung pemuda itu dalam usahanya lepas dari ketergantungan alkohol dan kesukaannya main perempuan. Ia melihat keseriusan pemuda itu yang mulai mengurangi minum dan tidak main perempuan, sehingga ia pun mulai memperbaiki diri juga, ia tidak lagi menerima panggilan untuk menjual tubuh dan meredam nafsunya yang liar dengan berolah raga dan kegiatan positif lainnya. Panggilan dari Imron adalah perkecualian karena si monster pemangsa wanita itu telah menjeratnya, ia hanya berharap segera lulus sehingga lepas darinya seperti yang dijanjikan Imron bahwa korbannya baru bisa lepas setelah lulus atau minimum dua tahun menjadi budaknya sambil menunggu mangsa baru dari angkatan berikutnya, pria itu selalu mengancam bila keluar dari kampus itu sebelum waktunya ia akan membeberkan foto-foto memalukan korbannya. Sepuluh menit kemudian, Joane menyudahi mandinya, ditutupnya kran hingga air berhenti mengalir. Ia mengelap tubuhnya yang basah dengan handuk lalu keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya. Hari itu adalah hari Minggu, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang seperempat. Ia membuka lemarinya untuk mengambil pakaian, dipilihnya pakaian yang santai berupa sebuah kaos pink tanpa lengan dan bawahannya hot pants yang sangat pendek sehingga mengekspos paha rampingnya yang putih mulus.

Setelah berpakaian ia mengambil ponselnya, hanya ada satu SMS yang masuk sejak semalam yaitu dari temannya, Devi. Isinya, ‘Jo, u gpp kan ? j5 sore ini kta jln2 ke mall aja yah, biar kita fun dikit’. Joane membalas SMS itu sambil berjalan keluar kamarnya untuk menggantung handuknya yang basah di jemuran. Ketika berjalan ke tempat jemuran, karena matanya melihat ke layar ponsel, ia hampir bertabrakan dengan Mumun, si kacung kost yang baru berusia 14 tahun yang biasa kerjanya bersih-bersih, membelikan barang titipan penghuni kost, atau pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Ia bekerja disini membantu ibunya, Mbak Sarti, karena tidak punya biaya untuk meneruskan sekolah. Mbak Sarti sendiri lebih sering berada di rumah ibukost yang letaknya berdekatan dengan kost itu. Anak itu berambut cepak dan kurus, kulitnya gelap karena sering terkena panas matahari, dibanding Joane tinggi anak itu baru sebatas mulutnya, sifatnya pendiam dan pemalu. Joane tersentak pelan lalu mengelus dada karena agak terkejut anak itu hampir menabraknya dari samping, ia sedang mengepel lantai saat itu.
“Maaf Non” ujarnya sambil tetap menunduk dan meneruskan pekerjaannya.
Setelah menggantungkan handuknya di jemuran Joane langsung berbalik kembali ke kamarnya. Diam-diam Mumun memandangi sosoknya yang seksi itu, pria mana yang tidak menelan ludah melihat tubuhnya yang ramping itu dengan kostum yang minim, pahanya yang mulus membuat orang bernafsu membelainya, hotpants yang pendek dan ketat itu mencetak bentuk pinggulnya yang bulat indah. Sebenarnya Joane pun merasa dirinya sedang dipandangi, namun ia santai saja karena tatapan nakal pria bukan hal yang asing baginya.

Joane menyalakan TV lalu duduk berselonjor di ranjang sambil menonton. Tangannya meraih sekotak rokok A-Mild dan menyelipkannya sebatang diantara bibirnya yang indah. Pikirannya tentang pria itu masih terngiang-ngiang di benaknya walau ia berusaha melupakannya.
“Dasar laki-laki, dimana-mana sama aja! Di depan mulutnya manis, di belakang selingkuh, emangnya gua ga bisa gitu apa ?!” marahnya dalam hati sambil mengepulkan asap dari mulutnya.
Dalam kemarahannya, pikiran nakal melintas di benaknya, tiba-tiba saja ia teringat pada Mumun, si bocah pembantu kost yang barusan berpapasan dengannya. Ia ingin menggoda anak itu sebagai pelampiasan kekesalan terhadap pria yang telah mengkhianatinya. Nuraninya sempat berbicara sebentar, bagaimanapun ia telah berusaha memperbaiki diri apakah harus mengotorinya lagi demi membalas dendam ? Maka ia pun memendam hasrat itu sementara sambil menunggu pria itu menghubunginya lewat ponsel setidaknya untuk meminta maaf. Namun dua puluh menit ia menunggu tidak pria itu belum juga menelepon ataupun meng-SMSnya. Sungguh pria itu mengecewakannya, ia sama saja dengan yang lainnya, tidak pernah mencintainya dengan tulus. Habis sudah kesabarannya, sisi liar dalam dirinya mulai menggeliat, ia memutuskan untuk merayu anak itu. Setelah menghabiskan rokoknya yang kedua ia turun dari ranjang dan melepaskan bra yang dipakainya lalu keluar mencari anak itu. Suasana kost pada hari Minggu seperti ini biasanya lenggang karena kebanyakan penghuninya kelau tidak ke gereja ya bermain di luar. Irama musik rap terdengar dari sebuah kamar yang tertutup dan di kamar lain yang pintunya terbuka setengah nampak dua orang pemuda sedang asyik main Winning Eleven di PS2. Joane mendapati Mumun sedang menonton TV di ruang tamu kost itu.
“Mun…Mumun, bisa ke kamarku bentar ga? Ada perlu nih” ajaknya.

Joane naik terlebih dulu sementara Mumun mematikan TV. Ia menunggu kedatangan anak itu dengan jantung berdebar-debar. Tidak sampai semenit, Mumun sudah menyusul ke kamarnya.
“Ada apa Non ?” tanyanya canggung.
“Ayo masuk aja” ajaknya, “itu tolong kamu bukain tutup botol di meja itu, keras banget” katanya sambil menggerakan wajah ke arah botol Coca-cola Diet di atas meja yang kebetulan masih baru dan belum dibuka.
Ia menjatuhkan pantatnya di ranjang setelah menutup pintu dan diam-diam menggeser grendelnya. Dengan mudah Mumun memutar tutup botol itu hingga terbuka.
“Udah Non, ini !” katanya seraya menyodorkan pada gadis itu.
“Makasih ya, ayo sini minum dulu” tawar Joane sambil menuangkan ke gelas.
Anak itu menerima sambil tertawa malu-malu, mereka pun meneguk minuman di gelas masing-masing. Sambil minum, diam-diam matanya terus tertuju pada paha Joane yang indah dan dadanya yang agak rendah. Tingkahnya yang kikuk itu membuat Joane makin suka menggodanya.
“Eeenngg…udah Non, terima kasih ya, saya pergi dulu !” ucapnya seraya meletakkan gelas itu dimeja.
“Eh, sebentar Mun, kenapa gak temenin aku dulu sini, kita kan kebetulan lagi sendirian nih” kata Joane sambil menepuk tempat di sebelahnya.
Mumun makin salah tingkah karena tingkah genit gadis itu, wajahnya tertunduk tidak berani memandang wajah gadis itu yang sedang tersenyum nakal.

“Heh, kenapa ? kok bengong gitu sih ? sini dong…santai aja aku gak bakal ngegigit kok” ujar Joane sambil meraih pergelangan tangan anak itu dan mendudukannya di sebelahnya.
“Kamu udah berapa lama kerja disini Mun ?” tanyanya membuka percakapan.
“Baru setaun sih Non, abis gak cukup biaya nerusin ke SMP, ya udah sama Mak disuruh kerja aja deh” jawabnya jujur.
“Terus kamu betah kerja disini Mun ?” tanyanya lagi.
“Mmmm…ya betah juga sih Non, orang-orang disini baik-baik, ada juga sih yang agak sombong tapi gak banyak”
Joane tersenyum mendengar jawaban polosnya, pemalu sekali anak ini pikirnya sehingga ia makin tertantang.
“Kalau aku Mun, termasuk yang mana nih, yang baik atau yang sombong”
“Yah kalau Non sih baik banget, mau ngebagi Coca-cola ke saya gitu masa ga baik sih hehe” jawabnya sambil mengelus kepala yang semakin menampakan keluguannya.
“Hehehe…dasar kamu ah, ini lagi ngegoda aku yah ?” Joane tertawa renyah sambil mencolek lengan anak itu.
“Nggak Non, bener kok Non baik makannya saya omong terus terang”
“Ya udah sekarang kamu yang nanya dong Mun, masa dari tadi aku yang tanya terus sih”
“Eerrr…tanya apa Non ?” katanya “Mumun bingung mo tanya apa?”
“Apa aja lah, kan kita lagi ngobrol-ngobrol santai ini”
Walaupun sejak tadi tidak berani bertatap muka dengan Joane, namun mata anak itu selalu saja mencuri-curi pandang tubuh gadis itu, jantungnya deg-degan dan tak terasa penisnya menggeliat karenanya.

“Non…Non asalnya dari mana, kok logatnya agak Jawa-Jawa gitu ?” tanyanya
“Dari Semarang Mun, kamu pernah kesana ?” jawabnya tersenyum.
“Oohh…ga pernah sih” jawab anak itu menggeleng, “terus Non udah berapa lama disini”
“Ya dari kuliah aja, dua tahunan lah”
Setelah sepuluh menitan ngobrol-ngobrol, rasa canggung Mumun mulai berkurang apalagi Joane kadang mengajaknya bercanda sehingga mau tidak mau anak itu ikut tersenyum. Ia mulai berani mengangkat wajah menatap lawan bicaranya yang cantik itu. Tampak anak itu menelan ludah melihat puting Joane agak tercetak di balik tank kaosnya.
“Non udah punya pacar belum ?” tanyanya tiba-tiba membuat Joane terdiam sejenak.
“Belum” jawabnya singkat.
“Masa belum sih Non, Non kan cantik masa belum ada yang mau ?” tanyanya polos.
“Bener, emang belum kok, kalau kamu sendiri Mun ?” Joane balik bertanya
“Ya belum lah Non, saya kan masih kecil hehe” jawabnya sambil garuk-garuk kepala, “eeh, Non mo tanya juga nih, kalau pacaran itu emangnya ngapain aja sih ?”
Joane tersenyum lagi, kepancing juga nih anak pikirnya, Mumun sendiri merasa Joane semakin manis dengan senyumnya itu sehingga dia senang memandanginya terlebih dengan pakaian yang minim seperti itu.
“Ehm, gimana yah jawabnya, ya intinya sih antara pria dan wanita saling mendekati gitulah misalnya jalan bareng, nonton bareng, makan bareng, nah dari situ timbul deh perasaan diantara mereka jadi makin mendalami pasangan masing-masing” kata Joane menjelaskan.

“Oohh gitu yah Non, kayanya asik juga yah Non” katanya mangut-mangut, “terus Non kalau yang namanya ngentot itu kaya gimana Non?”
Joane agak terkejut mendengar pertanyaan terakhir anak itu, tapi sekaligus senang juga, ini berarti umpan yang dilemparnya sudah semakin mengena.
“Kamu…kamu denger itu darimana Mun ?” tanyanya, ia melihat wajah anak itu sepertinya polos sekali waktu bertanya demikian, tidak tampak sedikitpun ekspresi mupeng.
“Ya itu Non, Mumun sering denger orang ngobrol-ngobrol di warung gitu, terus dari temen juga, katanya ntar kalau udah kawin kita tuh harus ngentot” katanya dengan lugu, “terus mereka bilang ngentot tuh enak, tapi saya ga dijelasin gimana, masih kecil katanya”
“Ok deh Mun, aku mau ngajarin kamu tentang apa itu ngentot, tapi kamu gak boleh cerita ke siapa-siapa, janji ?” Joane semakin bergairah karena itulah yang diharapkannya.
“Wah, bener nih Non, iya Mumun janji kok gak bakal ngomong ke siapa-siapa !” katanya antusias karena kepenasarannya sebentar lagi terjawab.
“Jadi gini Mun, ngentot itu bisa dibilang proses antara sepasang cowok sama cewek saling melepas nafsu birahi dengan berhubungan badan”
“Mmm, apa maksudnya tuh Non, ngelepas nafsu misalnya gimana ?” tanyanya belum terlalu mengerti.

Joane tersenyum sambil menggeser duduknya makin mendekati anak itu, selain itu digenggamnya juga tangan anak itu membuatnya semakin grogi.
“Nah prakteknya gini Mun, apa yang kamu rasain sejak berduaan sama aku tadi sama sekarang juga waktu berdekatan gini ?” tanyanya.
“Eeengg…ya deg-degan gitu Non, agak grogi jadinya” jawabnya.
“Kamu tau kenapa kamu ngerasa gitu ?” tanyanya lagi.
“Ya gimana ya…abis, abis Non kan cantik, seksi lagi jadi saya deg-degan” jawabnya gugup.
“Terus anu kamu tegang ga?” tanyanya yang dijawab anak itu dengan anggukan, “Nah itu yang namanya birahi, nah…terus kalau gini rasanaya gimana Mun ?” Joane meletakkan tangan yang digenggamnya itu di atas paha mulusnya.
“Mulus Non, kulit Non bagus banget !” jawab anak itu.
Joane mengusapkan tangan itu pada pahanya, ia merasakan darahnya berdesir dan tangan anak itu gemetaran. Muka anak itu memerah malu walau ia merasakan sesuatu dalam dirinya yang menggelegak, suatu perasaan yang luar biasa namun tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata.
“Kamu pasti belum pernah pegang-pegang cewek ya Mun ?” tanyanya nakal.
“Be…belum Non, mana berani saya” terlihat sekali ia semakin gugup.
“Kalau liat cewek telanjang ?”
“Pernah sih, tapi nggak sengaja di kampung dulu, lewat di sungai eh ada yang mandi, pernah juga sih ga sengaja mergokin emak saya mandi, itu juga ga sengaja” jawaban yang benar-benar apa adanya tanpa dibuat-buat.

Joane tertawa dalam hati melihat keluguan anak itu, seumur-umur baru pernah dia menggoda yang masih hijau dan usianya hampir tujuh tahun jauh dibawahnya seperti si Mumun ini. Seru juga nih sama yang bau kencur gini, nambah pengalaman, begitu katanya dalam hati.
“Mun, kamu berani nggak bukain bajuku ?” tantang Joane.
“Aduh…yang bener Non, Mumun malu nih” wajahnya tersipu-sipu.
“Yee…gapapa lagi, kan katanya mau diajarin ngentot, ya harus telanjang dulu dong !” katanya sambil meletakkan tangan anak itu di ujung bawah bajunya. “ayo Mun, angkat ke atas dong !”
Setelah didesak terus Mumun pun mengangkat kaos itu perlahan-lahan, Joane sendiri mengangkat tangannya membiarkan kaos itu lolos dari tubuhnya. Mata Mumun yang belo itu terlihat seperti mau keluar memandang tubuh Joane yang sudah setengah telanjang itu yang tinggal memakai hotpants saja. Tubuh itu begitu putih mulus tanpa cacat dengan payudara 34B nya yang mancung serta perutnya yang rata karena rajin berolahraga. Ketika Mumun sedang terbengong tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun, Joane meraih tangannya dan meletakkannya pada payudaranya. Tangannya gemetaran ketika pertama kalinya menyentuh gundukan daging kenyal itu. Dibimbingnya tangan itu membelai dan meremas payudaranya yang montok itu.
“Mmhh…gitu Mun, remas pelan-pelan, rasain putingnya ngeras” katanya sambil membimbing tangan Mumun yang satunya membelai tubuhnya.
Joane memejamkan mata menikmati belaian tangan bocah pembantu kostnya itu, belaian itu kadang terkesan ragu-ragu tapi sangat mengusik birahinya.

Joane kemudian menaikan satu kakinya di pangkuan Mumun dan merangkul bahunya, tangan bocah itu juga ia lingkarkan pada tubuhnya. Wajah mereka sangat dekat sekali sampai hidungnya bersentuhan, Mumun dapat merasakan hembusan nafas gadis itu menerpa wajahnya.
“Kamu senang kan Mun ?” tanyanya dengan suara mendesah yang dijawab bocah itu dengan anggukan, “sekarang buka mulut yah, jangan ditutup, aku mau ajarin kamu ciuman”
Bibir keduanya saling berpagutan, Joane dengan agresif memainkan lidahnya di dalam mulut Mumun, ia menyapu langit-langit mulutnya dan mendorong-dorong lidah anak itu dengan lidahnya. Mumun pun tergerak untuk ikut memainkan lidahnya membalas lidah gadis itu yang seolah mengajaknya ikut menari. Sambil berciuman dengan penuh gairah tangan anak itu mengelusi punggung Joane yang mulus dan hangat. Joane merasakan pahanya yang dipangkuan anak itu menyentuh benda keras di selangkangannya. Beberapa saat kemudian mereka melepas ciuman setelah merasa nafasnya memburu dan butuh udara segar. Kemudian Joane berdiri di depan Mumun yang masih melongo dan melepaskan pakaian terakhir yang tersisa di tubuhnya, ia menurunkan sekaligus hotpants beserta celana dalam di baliknya. Mumun terpana menatap pemandangan indah di depan matanya itu, mata besarnya itu tak berkedip menatap kemaluan Joane yang ditumbuhi bulu-bulu hitam yang lebat.

“Ayo Mun, kamu juga buka baju” kata Joane menyentuh bagian bawah kaos lusuhnya.
Mumun mengangkat tangannya, ia pasrah membiarkan gadis itu melucuti pakaiannya walau masih tegang. Setelah melemparkan kaos itu ke belakang, Joane menyuruhnya berbaring di ranjangnya.
“Ayo cepet, tunggu apa lagi !?” katanya tidak sabaran karena anak itu bengong saja.
Mumun pun berbaring telentang di ranjang itu, tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya karena dia sama sekali buta soal seks, bahkan nonton film bokep atau lihat gambar porno saja belum pernah. Memang di usianya yang mulai puber itu ada rasa senang ketika melihat gadis-gadis penghuni kost itu lalu-lalang dengan pakaian yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh mereka, tapi ia sendiri tidak tahu mengenai perasaan yang disebut ‘birahi’ itu. Anak itu kaget dan menahan celana pendeknya ketika Joane hendak menurunkannya, namun tangannya segera ditepis gadis itu yang terus menurunkan celana itu hingga lepas. ‘Wew’ serunya dalam hati melihat penis anak itu yang sudah tegang, ujungnya sudah disunat dan berbentuk seperti helm, memang ukurannya tidak sebanding dengan pria-pria dewasa yang pernah terlibat seks dengannya, namun lumayan juga untuk ukuran anak seusianya. Joane merunduk dan menggerakan tangan untuk menggenggam penis itu.
“Eh…Non, jangan ah !” katanya sambil menutupi penisnya dengan telapak tangan.
“Kenapa sih lu, katanya mau diajarin !” Joane jadi agak sewot “kalau cerewet terus ya udah, sana pake baju keluar!” dengan kesal ia menggeser tubuhnya ke tepi ranjang dan memunggungi anak itu, tangannya meraih hotpants dan celana dalamnya yang diletakkan di kursi dekat situ. Namun tiba-tiba ia merasakan sepasang lengan kurus memeluknya dari belakang.

“Non, jangan marah dong, Mumun minta maaf, Mumun kan tegang baru pertama kali”
kata anak itu memelas.
Joane sengaja diam tak berkata apa-apa sehingga anak itu terus memohon dengan mengguncang-guncang tubuhnya. Dalam hati ia tersenyum melihat reaksinya yang seperti anak-anak minta permen itu. Ia pun menengokan wajah memandang wajah anak itu lalu berkata,
“Iya, iya kali ini aku ampuni, tapi janji jangan banyak bacot lagi”
“Iya Non, Mumun janji kok bakal nurut ke Non aja” jawabnya dengan penuh harap.
Maka Joane pun menyuruhnya kembali berbaring dan dituruti tanpa pikir panjang oleh bocah itu. Joane kembali ke posisinya semula berlutut di samping anak itu, ia merunduk dan menggenggam penis itu. Tangannya yang lembut dengan jari-jari lentik mulai mengusap batang itu. Mumun memejamkan mata dan menelan ludah menikmati usapan lembut itu.
“Pernah Mun ininya diginiin ?” tanya Joane yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.
“Pakai tangan sendiri juga belum ?” tanyanya lagi.
“Pakai tangan sendiri, emang buat apa Non, tapi iya juga enak sih tititnya dikocok-kocok gitu” jawaban itu membuat Joane tersenyum geli sambil terus mengocok penis itu.
Anak itu mendesah dan tubuhnya berkelejotan ketika Joane pertama kali mendaratkan bibirnya mengecup kepala penisnya, lidahnya lalu menyusul menjilati bagian yang bersunat itu sambil tangannya memijat pelan buah zakarnya. Tak lama kemudian Joane sudah memasukan penis itu ke dalam mulutnya. Anak itu meremas-remas sprei dan mendesis merasakan hangatnya ludah gadis itu menyelubungi penisnya serta hisapan dan jilatannya yang berpengalaman itu.

“Aduh Non…sshhh…Mumun gak tahan…enakhh !” desahnya.
Sungguh sebuah sensasi luar biasa yang baru pernah dirasakannya dimana penisnya diemut-emut seorang gadis cantik seperti Joane. Terkadang Joane menggerakkan matanya untuk melihat reaksi anak itu, tatapan matanya saat itu membuat Mumun tak sanggup berlama-lama memandangnya. Tak lama kemudian saat kepala penis Mumun bersentuhan dengan daging lembut di langit-langit tenggorokan Joane, menyemprotlah spermanya tanpa terbendung. Tubuh anak itu menegang sambil menggigiti bibir bawahnya, kenikmatan ini tak terlukiskan dengan kata-kata, ia merasa seperti sedang kencing, tapi bukan kencing entah perasaan apakah ini namanya, demikian pikirnya. Penis itu banyak sekali mengeluarkan sperma yang langsung dihisap Joane dengan teknik menyedotnya yang telah membuat banyak pria serasa terbang. Meskipun cairan putih yang keluar cukup banyak namun tak setetespun keluar dari mulutnya, Joane mengisapnya hingga tetes terakhir dan penis itu menyusut dalam mulutnya.
“Gimana Mun, enak gak barusan ?” tanyanya begitu melepas penis itu dari mulutnya.
“Uenak banget Non, duh baru pernah ngerasain yang ginian” katanya puas.
“Itu tadi namanya orgasme, kalau udah sampai di puncak kenikmatan ya gitu tuh rasanya” Joane menjelaskan sambil membaringkan tubuhnya menyamping di sebelah anak itu.
“Oohh…ngerti jadi waktu kita orgasme itu kita ngeluarin pipis kaya tadi itu ?”
“Aduh Mun itu bukan pipis” Joane memutar mata dongkol, “cape deh !” katanya dalam hati, “tadi yang keluar itu namanya sperma, itu tuh yang bikin perempuan hamil kalau lagi subur Mun, aduuh”

“Sini, aku ajarin yang lain lagi !” suruhnya seraya menelentangkan tubuhnya dan menarik tangan anak itu sebelum dia harus memberi kuliah biologi padanya.
Diletakkannya tangan anak itu diatas kemaluannya yang berbulu lebat dan tangan satunya di payudaranya. Ia membimbing tangan Mumun pada vaginanya untuk membelai dan memasukkan jarinya memasuki liangnya.
“Gimana rasanya dibawah sana Mun ?”
“Hangat Non, becek-becek juga”
“Coba masuk lebih dalem lagi cari daging yang aahh !” desah Joane karena saat itu jari Mumun menyentuh klitorisnya yang sensitif.
“Oh, Non sakit yah, maaf Non, maaf !” katanya sambil mengeluarkan jarinya dari vaginanya.
“Heh siapa suruh keluarin ?” bentaknya memegangi lengan anak itu, “itu tadi yang namanya klitoris, titik sensitifnya cewek, coba kamu gosok pelan-pelan, yahh…ahhh…gitu”
“Jadi diginiin enak yah Non” kata Mumun tersenyum dan menggosokkan jarinya pada daging kecil itu.
Mumun kini telah menindih tubuhnya, mulutnya mengisap dan menjilati payudaranya sementara tangannya terus mengorek-ngorek vaginanya. Tanpa harus dibimbing lagi anak itu mengenyoti payudara montok Joane sampai pipinya kempot, lidahnya juga menyapu-nyapu putingnya menyebabkan Joane makin terangsang. Ia memegangi kepalanya dan menekan-nekan wajahnya ke payudaranya seolah memintanya terus melakukannya.
“Iyah Mun…terushh…gitu enak…ahhh…aahhh !” desahnya.

“Mun…Mun !” panggilnya menepuk-nepuk kepala Mumun yang sedang asyik menyusu, “udah dulu disitu, sekarang kamu jilatin memekku pakai cara ciuman yang tadi kuajari”
Mumun menurut saja apa yang disuruh Joane, ia menggeser tubuhnya ke bawah. Aroma kewanitaan yang harum karena rajin dirawat itu langsung tercium oleh Mumun begitu Joane membuka pahanya.
“Ayo Mun, jilati sepuasmu !” pintanya.
Mumun mulai menjilati bibir vagina Joane yang sudah basah, mula-mula ia agak canggung melakukannya namun lama-lama dengan dibimbing Joane ia semakin menikmati tugasnya.
“Iyah, disitu Mun, mmmhh…iyah disitu !” desahnya sambil mengarahkan Mumun menjilat daerah yang tepat.
Sedikit demi sedikit lidah Mumun mulai terlatih dalam melakukan oral seks. Lidah itu menyapu bibir vaginanya dan menggelitik klitorisnya sampai Joane menggeliat-geliat dan mendesah nikmat. Mumun sangat menikmati sari kewanitaan yang terus keluar dari vagina itu. Sedang enak-enaknya menikmati jilatan Mumun, tiba-tiba HP yang terletak di meja sebelah berbunyi.
“Terusin aja Mun, santai aja jilatinnya yah” katanya seraya meraih HPnya, ternyata yang menelepon temannya, Devi.

“Jo, kalau kita keluarnya jam dua aja gimana ? soalnya sorenya gua ada acara nih!” kata Devi di seberang sana.
“Jam dua, ya boleh juga lah, lu yang jemput gua kan?”
“Iya, ni hari gua aja yang bawa mobil, Jo lu gapapa kan kemaren ? kita udah watir loh sama lu, takutnya gimana-gimana gitu”
“Tenang aja lah Dev, udah biasa gua, yah ntar juga biasa lagi kok sshhh !” Joane menjawab telepon itu dengan nafas berat sambil menggigit bibir.
Joane harus melayani obrolan di telepon dengan Devi dalam keadaan vagina dijilati oleh Mumun. Lidah anak itu bergerak makin liar membuat gairah Joane semakin bergolak sehingga terkadang kata-katanya bergetar atau disertai desahan.
“Jo…lu kenapa sih ? kok ngomongnya aneh gitu sih ?” tanya Devi.
“Nggak…gapapa kok Jo gua cuma mmmhhh…sshhh…ok deh sampe nanti yah, lu jemput gua kan ?” Joane makin tak sanggup menahan desahannya karena Mumun makin bernafsu mengisap vaginanya.
“Hayo lu lagi ngapain nih ?” Devi menebak-nebak “lagi sama sapa tuh disitu, si Yogi dateng yah jangan-jangan…”
“Udah ah Dev jangan sebut-sebut bangsat itu, udah ya, see you !” Joane langsung menutup telepon itu dan kekesalannya bangkit lagi karena teringat lagi pria itu.

“Mun…sini !” panggilnya.
“Iyah Non, kenapa ?” ia merangkak di atas tubuh Joane hingga wajah mereka saling berhadapan, mulut anak itu nampak basah oleh cairan kewanitaan.
Tanpa banyak bicara lagi Joane langsung menarik kepala anak itu ke wajahnya dan melumat bibirnya. Mumun walaupun kaget dengan gerakan yang tiba-tiba itu pasrah saja, ia bahkan membalas pagutan Joane, lidahnya mulai berani menyapu-nyapu rongga mulut gadis itu dan bermain lidah dengannya. Joane menggulingkan badan ke samping sehingga kini ia berada di atas anak itu, dadanya yang montok dan hangat bergesekan dengan dada kurus Mumun. Joane menciuminya dengan ganas sebagai pelampiasan atas kekecewaannya pada pria yang pernah menjadi harapannya. Ketika mereka melepas ciuman tiga menit kemudian ludah mereka teruntai dan sedikit menetes.
“Sekarang waktunya Mun” katanya sambil menegakkan tubuh dan meraih penisnya.
Tangannya yang lain membuka vaginanya sendiri lalu secara perlahan ia menurunkan pinggulnya. Mumun merasakan kepala penisnya yang bersunat itu menyentuh daging yang hangat dan basah. Semakin Joane menurunkan pinggulnya semakin terbenam pula penis itu dalam vaginanya.
“Uuuhh…perih Non, perih !” erang Mumun yang kulit penisnya tertarik oleh himpitan dinding vagina Joane.
“Ssstt…jangan keras-keras, kalau ketauan orang di luar kita bisa gawat” kata Joane menempelkan telunjuknya ke bibir anak itu, “sebentar yah digoyang dikit dulu supaya pas” lalu ia menggoyang sedikit dan memaju-mundurkan pinggulnya.

Mumun merasakan sensasi dahsyat ketika penisnya tertanam seluruhnya dan bergesekan dengan vagina Joane yang bergerinjal-gerinjal, itulah saat pertama ia kehilangan keperjakaannya yang dirasanya tegang tapi nikmat dan akan bertambah nikmat.
“Nikmatin yah Mun, tapi jaga suaranya jangan terlalu rebut !” kata Joane sambil membelai pipi bocah itu.
Maka mulailah ia menaik-turunkan pinggulnya di atas penis anak itu. Nafas Mumun semakin menderu-deru merasakan kenikmatan yang baru pernah dirasakannya seumur hidup dimana penisnya serasa diperas di dalam rongga vagina gadis itu.
“Kamu remas-remas disini dong Mun !” kata Joane dengan manja sambil meletakkan tangan anak itu di payudaranya. “Aahh…ssshh…kerasan dikit Mun, gitu enak…iyahh…aahh !” desahnya.
“Auuuhh…, Non, ooohh…, enaakk… susu Non mantep banget, mm…,oooh goyangnya enak !” pujian jujur keluar dari mulut anak itu disertai desahan.
Joane melakukan gerakan naik-turun itu cukup lama juga, ada mungkin seperempat jam, tubuh keduanya sudah mulai berkeringat. Tangan Mumun yang mengusap punggungnya jadi ikut basah karena keringat yang keluar melalui pori-pori kulit seperti embun itu. Goyangan Joane yang semakin cepat menyebabkan rasa nikmat terus menjalar ke seluruh tubuh melalui penisnya. Kenikmatan itu membuatnya ikut menggerakan pinggulnya secara refleks menyambut goyangan gadis itu.
“Uuhh…tambah pinter yah kamu…bener gitu Mun, gerakin juga badan kamu…aahh…bagus !”

“Bangun sini Mun, aku ajari posisi lain !” katanya seraya menarik lengan anak itu hingga terduduk di ranjang, “nah, gini kan kamu bisa sambil nyusu !”
Ia meneruskan kembali goyangannya dan menekan wajah Mumun ke dadanya. Tanpa diperintah lagi Mumun mengenyoti payudara kanan Joane dan tangannya meremasi payudara yang lain. Kedua kaki Joane melingkari pinggang anak itu, sesekali ia menempelkan bibir mencumbunya agar desahannya tidak terlalu keras.
“Oohhh…Mun, jangan keras-keras !” Joane meringis dan menjenggut rambut pendek anak itu ketika putingnya digigit keras.
Kenikmatan yang semakin melambungkannya semakin membuat Mumun lupa diri hingga tak terasa puting Joane yang sedang dikenyotnya tergigit dengan kuat.
“Maaf Non, gak sengaja, abis enak banget…uuhh !”
Tak dapat disangkal rasa nyeri itu turut bercampur menjadi bagian dari kenikmatan persetubuhan itu. Joane merasakan vaginanya semakin banjir dan berkontraksi makin cepat. Ia pun menambah kecepatan goyangannya dan sesekali meliuk-liukan pinggulnya.
“Non….ooohhh…enak !”
“Aaahhh…aku…aku keluar Mun….mmhh…uummhh !”
Keduanya mencapai puncak kenikmatan secara berbarengan, Joane buru-buru memagut bibir Mumun agar erangannya teredam. Tubuh keduanya mengejang selama beberapa detik hingga melemas kembali dengan nafas terputus-putus.
“Kamu udah jadi laki-laki Mun, udah bukan perjaka lagi, ngerti kan yang namanya ngentot ?” tanya Joane membelai kepala anak itu.
“Asyik banget Non, baru pernah Mumun ngerasain yang gini, Mumun masih mau Non, boleh kan Non !?” pintanya.
Joane mengangguk dan tersenyum, sambil memulihkan tenaga ia membuarkan saja anak itu membelai dan mencium payudaranya.

Lama berpelukan Joane merasa semakin gerah, apalagi tubuhnya sudah keringatan begitu. Maka ia melepaskan pelukannya dari anak itu dan berbaring telentang.
“Ambilin minum dong Mun !” suruhnya.
Mumun langsung turun dari ranjang tanpa harus diperintah lagi, ia menuangkan Coca-cola Diet yang masih terletak di meja ke gelas Joane lalu memberikannya padanya. Setelah meneguknya, Joane menyodorkan sisanya yang setengah pada anak itu.
“Minum dulu Mun, kamu juga pasti haus kan !” katanya.
Mumun berterimakasih dan buru-buru meminumnya hingga habis. Setelah itu ia menaruh gelas itu di meja dan kembali ke Joane yang sedang berbaring. Tubuh kurusnya naik menindih Joane, mulutnya langsung nyosor ke payudaranya.
“Mmm…Mun, mulai gak sopan yah kamu” Joane mendesah genit dan meremas-remas rambut anak itu yang sedang mengisapi putingnya, “oohhh !” ia mendesah lebih panjang ketika jari anak itu memasuki vaginanya.
Cepat juga anak ini belajarnya, belum apa-apa sudah bisa merangsang seperti ini, pikirnya. Mumum melumat payudaranya secara berganti-ganti kiri dan kanan.
“Tetek Non mantap, bentuknya bagus, saya suka banget netek dari Non” katanya di sela-sela mengenyot payudara Joane.
Gairah Joane pun mulai bangkit lagi akibat rangsangan-rangsangan itu, demikian pula Mumun, penisnya kembali mengeras dan Joane merasakannya karena benda itu bersentuhan dengan pahanya. Disuruhnya anak itu berlutut diantara kedua pahanya dan menusuk vaginanya dengan penis yang sudah keras itu. Mumun mengikuti pengarahan Joane, ia menekan kepala penisnya ke vagina gadis itu.
“Ssshhh !” Joane mendesah meresapi proses penetrasi.

Sesaat kemudian Mumun sudah mulai bergoyang mencari kenikmatannya, tangannya perpegangan pada kedua betis Joane, ia mengikuti nalurinya tanpa pengarahan Joane lagi. Mumun yang baru pertama kali menikmati hubungan seks itu benar-benar menikmati penisnya keluar-masuk dalam vagina gadis itu. Pinggulnya bergerak maju-mundur menghujam-hujam vagina Joane menyebabkan tubuhnya tergoncang-goncang sehingga payudaranya pun bergetar hebat.
“Goyangnya cepetin Mun…aahh…enaknya, aku suka punyamu….aaahhh !” desah Joane sambil mengimbangi genjotan anak itu dengan menggoyang pinggulnya.
Setelah sepuluh menit anak itu maju menindih Joane tanpa melepas penisnya, persenggamaan itu terus berlanjut dalam posisi misionaris. Mumun menatap wajah seksi Joane yang sedang high itu, sungguh sangat menggoda pipinya yang bersemu merah dan sorot matanya yang dipenuhi hasrat itu sehingga Mumun tak tahan untuk tak menciumi pipinya dan bibirnya. Ciuman Mumun juga mengarah ke leher dan payudaranya membuat Joane sangat terbuai. Ia tak menyangka ABG kurus yang baru melakukannya pertama kali ini begitu cepat belajar dan mampu memuaskannya. Akhirnya ia tak sanggup bertahan lebih lama lagi, gelombang klimaks yang dahsyat kembali menerpa tubuhnya.
“Oohhh…oohhh…keluar lagi…aku gak kuat lagi Mun !” erangnya sambil memeluk erat tubuh anak itu, cairan kewanitaannya meleleh membasahi penis Mumun yang masih keras.
“Tambah enakhh Non…jadi tambah licin aja…uuhh…aahhh…nikmat Non !” desah Mumun merasakan ejakulasi Joane yang menghangatkan dan menghimpit penisnya lebih keras sehingga memberi kenikmatan ekstra.
Mumun menyusul tak lama kemudian dengan melenguh panjang dan menyemburkan spremanya di dalam vagina gadis itu.

Keduanya tergolek dalam posisi berpelukan, Joane menggeser tubuh Mumun yang menindihnya hingga terguling lemas ke samping, karena merasa berat dan panas. Namun Mumun kembali merangkul tubuhnya sambil terus meraba-raba tubuhnya, mulutnya menjatuhkan ciuman-ciuman ringan di pipi, bibir dan payudara gadis itu. Joane diam saja membiarkan anak itu berbuat semaunya.
“Non, Non cantik sekali, seksi lagi, lain kali boleh gak minta ginian lagi Non !” tanyanya.
“Boleh aja, tapi aku kasih tau ya, kalau di depan umum jangan macem-macem lu, jaga sikap, ngerti ?” katanya mewanti-wanti.
Mumun hanya mengangguk, ia juga sudah cukup lelah melayani keliaran gadis ini. Joane melirik ke arah weker di sebelahnya. Sudah jam 1.20, wah tak terasa lama juga persetubuhan ini, selain itu sepertinya Devi sebentar lagi akan datang menjemputnya.
“Mun, bangun, pake baju sana !” katanya.
Namun Mumun masih terus mengelusi payudaranya tanpa melepas rangkulannya sehingga Joane terpaksa menepis tangannya.
“Heh, bangun aku bilang, denger ga sih !” nadanya agak ketus.
“Tapi Non…”
“Cepet turun, masih ada kerjaan tau, jangan ngelunjak ah !” Joane mendorong dada anak itu sambil bangkit terduduk di ranjang.
Mumun buru-buru memunguti pakaiannya dan memakainya, takut dengan sikap Joane yang mulai judes itu.

“He…he…jangan asal keluar dulu dong, liat dulu dari jendela kalau sepi baru keluar !” katanya ketika anak itu menggeser grendel pintu.
“Sepi Non, biasa lah hari gini !” jawabnya terbata-bata setelah mengintip dari jendela.
“Ya dah keluar sana, tutup lagi pintunya !”
Sepeninggal Mumun, Joane membersihkan diri di kamar mandi. Dalam hati ia merasa puas, baik puas secara birahi, dan puas telah melampiaskan kekesalannya pada pria yang membohonginya itu, hatinya terasa lebih plong. Devi datang tak lama setelah ia selesai mandi dan berpakaian. Merekapun pergi menikmati hari Minggu dengan mobil Devi.

###

Yogi baru meneleponnya pada keesokan harinya.
“Jo…gua bener-bener sori kemarin itu, gua pengen ketemu aja buat minta maaf ke lu, gua benernya masih sayang kok ke lu”
“Masih sayang, dari kemaren ngapain aja lu ? udah puas sama tuh cewek baru nyari gua lagi” omelnya dalam hati sehingga ia terdiam beberapa saat tanpa menjawabnya.
“Jo…Jo…jawab dong, gua bener nyesel banget, gua sengaja nunggu sampai hari ini biar lu cooling down dulu, please kasih gua kesempatan sekali lagi”
“Emm, ya dah lu dateng kesini aja jam empat sore, gua ada kuliah sekarang” jawabnya lalu menutup pembicaraan.
Sorenya jam setengah empatan Joane memanggil Mumun ke kamarnya. Tentu saja anak itu senang sekali, apalagi Joane mengajaknya mandi bareng. Ia menyuruh Mumun masuk duluan ke kamar mandi dan menyalakan air hangat, tak lama kemudian ia menyusul ke dalam. Mata Mumun seperti mau copot melihat Joane yang masuk sudah dalam keadaan bugil, penisnya tambah mengeras melihat keindahan di depan matanya itu. Ia memeluk anak itu dibawah siraman shower yang membasahi tubuh keduanya, lalu menundukan kepala memagut bibirnya. Mereka berciuman beberapa saat sampai Joane menurunkan tubuhnya hingga berlutut di depan anak itu. Diraihnya penis yang telah menegang itu dan dikulumnya. Mumun melenguh dan wajahnya mendongak ke atas menggeleng-geleng karena merasa geli penisnya dipermainkan Joane dengan kuluman dan kocokan.

Lima menit kemudian, Joane melepas penis Mumun yang sudah mencapai ketegangan maksimal. Ia berdiri membelakangi anak itu dengan menunggingkan pantat dan menyandarkan tangan ke tembok. Dibimbingnya penis anak itu ke arah vaginanya, setelah tepat sasaran disuruhnya dia mendorong pinggulnya hingga penis itu memasuki vaginanya. Mumun harus sedikit berjinjit karena kaki Joane lebih panjang dari kakinya.
“Hhhshhh…entot aku Mun, entot sepuasmu !” desah Joane menikmati sodokan demi sodokan penis Mumun.
Sambil menggenjot, tangan Mumun menjelajahi lekuk-lekuk tubuh gadis itu, payudara yang menggantung itu diremas-remasnya dengan gemas. Joane turut menggerakan pinggulnya meyambut genjotan anak itu. Sepuluh menit lamanya mereka bersenggama dalam posisi demikian hingga keduanya orgasme dalam waktu bersamaan. Mumun menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan sperma sambil melenguh panjang, demikian juga Joane yang tak mampu menahan desahannya dan matanya membeliak-beliak. Setelah mencapai orgasme Joane tersenyum pada anak itu dan menciumnya di bibir. Diambilnya sabun dan digosokannya ke tubuh kurus itu. Wajahnya masih malu-malu ketika tangan halus Joane dan sabun itu membelai tubuhnya, tapi yang jelas penisnya tampak tegang terutama ketika Joane menyabuninya, dengan nakal gadis itu sengaja mengocoknya pelan sehingga anak itu sedikit mendesah.

“Sini Mun sekarang kamu yang sabuni aku yah !” ujarnya seraya menyerahkan sabun.
Mumun mulai menyabuni tubuh Joane dengan tangan bergetar. Ketika sampai di vaginanya, Joane memegang lengannya dan mengeluskannya disana. ‘Emmmhhh !” desisnya sambil memejamkan mata. Ia memeluk anak itu dan menggeser tubuh ke bawah shower sehingga air menyiram dan membilas busa sabun di tubuh mereka. Mumun mengelus dan memasukkan jarinya ke vagina Joane sambil mengemut puting gadis itu. Joane terus mendesis menikmati jari-jari Mumun di vaginanya dan hisapan pada putingnya, air shower menyiram wajahnya yang menengadah dengan mata terpejam. Sedang larut-larutnya dalam birahi tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan Yogi muncul di ambang pintu, ia tercengang melihat pacarnya yang sedang bugil di bawah siraman shower sedang memeluk bujang kostnya yang umurnya jauh dibawahnya dan sedang mengenyot payudaranya.
“Jo ! heh…anjing lo, berani-beraninya !” bentak Yogi pada anak itu dan melangkah ke anak itu hendak menghajarnya.
Mumun yang terkejut langung melepas pelukannya dan sembunyi ke belakang tubuh Joane. Joane sendiri tidak nampak terkejut ketika Yogi muncul mendadak karena itu memang sesuai yang diharapkannya, sebelumnya ia telah mengirim SMS padanya yang berisi, ‘gua tunggu di kmr mndi yah yang, pintu kamar ga gua kunci kok, u lgsg msk aja’

Joane mematikan air dan menghalangi Yogi yang hendak menangkap Mumun dengan tubuhnya.
“Hei…hei kenapa sih lo, kesurupan yah, kalau berani jangan beraninya ke anak kecil dong heh !” kata Joane dengan ketus sambil mendorong dada pemuda itu.
“Minggir Jo…kurang ajar bener si tuyul itu, minggir biar gua hajar !” katanya dengan emosian.
“Kok lu nyalahin dia sih, orang gua yang mau kok” kata Joane santai sambil mengelap tubuhnya dengan handuk.
“Apa ? lu ini…apa-apaan sih maksudnya ? jadi lu ada main sama si tuyul sialan itu ?” tanya Yogi dengan suara bergetar seolah tak percaya pendengarannya
“Iya emang, so what gitu loh, apa peduli lu, cuma gitu aja kan ?” ia melilitkan handuk ke tubuhnya dengan sikap cuek, “sekarang lu tau kan perasaan gua waktu lu boongin gua bilang ada urusan bisnis terus gua liat lu ciuman sama cewek lain !”
Yogi langsung terpaku, ia sadar ini adalah pembalasan atas perselingkuhan yang dilakukannya, namun bagaimanapun ia tidak terima Joane membalasnya dengan cara demikian.
“Lu…lu…dasar perek, emang udah aslinya perek, lu juga sama aja belum berobah !” maki Yogi sambil menunding Joane.
“Iya, emang, gua tau gua seperti apa, lu juga udah tau kan, tapi seenggaknya gua ga pernah main belakang kaya lu tau !” balasnya sengit.

“Hhiiihh !” Yogi gregetan mengangkat tangan hendak menampar Joane.
“Kenapa ? mau nabok ? ayo…tabok aja kalau berani, biar heboh orang diluar sana tau, biar mereka tau lu tuh banci, ayo !” tantang Joane sambil memberi pipinya.
Joane melangkah maju menantangnya sementara Yogi hanya bisa mundur-mundur tak kuasa menggerakan tangannya ataupun berkata apapun lagi. Ia hanya bisa membalikan badan dan mendengus kesal.
“Tunggu dulu” sahut Joane ketika pria itu hendak melangkah ke pintu, “Ini nih, gua gak butuh ini lagi, kasih aja ke perek lu itu !” ia melepaskan cincin emas putih yang diberikan Yogi ketika menyatakan cintanya dan melemparnya ke kaki pria itu.
Yogi meneruskan langkahnya dan membuka pintu tanpa menengok ke belakang, setelah di luar ia membanting pintu itu agak keras. Sepeninggal Yogi, Joane menengok ke kamar mandi di belakangnya, Mumun masih meringkuk di sudut kamar mandi, ia nampak bingung melihat cekcok barusan. Ia mendekati Mumun namun ketika baru mau berjongkok dan menenangkannya pintu kamarnya ada yang mengetuk.
“Tunggu disitu yah ! jangan keluar dulu !” katanya lembut.
Ia menutup kamar mandi dan membukakan pintu untuk dua teman kostnya yang kebetulan dekat situ dan mendengar suara perang mulut di dalam dan melihat Yogi keluar sambil membanting pintu.
“Jo….kenapa tadi ? lu gapapa kan ?” tanya seorang gadis kurus berkacamata.
“Nggak, biasalah urusan cowok cewek, yah gitulah cape deh !” katanya menghela nafas.
Setelah berbasa-basi dan meyakinkan mereka segalanya baik-baik, iapun kembali menutup pintu.

Joane kembali pada Mumun di kamar mandi, ia memegang bahu anak itu untuk menengangkannya. Mumun tersenyum terpaksa membalas pandangan mata Joane.
“Maaf yah Mun barusan itu !” ucapnya lembut lalu mengecup ringan pipi Mumun.
Ia menyuruh anak itu segera berpakaian dan menunggu sebentar di kamarnya sampai di depan agak sepi sehingga bisa keluar. Mumun tidak berani bertanya apa-apa mengenai kejadian tadi pada Joane, demikian pula Joane ia nampaknya cuek saja merokok sambil sesekali memantau situasi di luar dari celah tirai. Mumun keluar meninggalkan kamar itu setelah disuruh Joane yang yakin situasi di luar sepi. Joane menyalakan CD-playernya dan menjatuhkan diri ke ranjang. Walau agak sedih karena sendiri lagi, secara keseluruhan ia merasa kelegaan dalam hatinya, lepas sudah beban pikirannya. Malam itu Joane menepikan mobilnya sejenak di tepi sebuah jembatan. Dari sana ia melempar jauh-jauh cincin dari bekas pacarnya itu hingga benda itu menghilang di tengah luasnya laut. Devi memandang Joane dan mengelus-elus punggungnya, ia mengerti perasaan sahabatnya itu dan berusaha menghiburnya. Seminggu kemudian, setelah melunasi tagihan bulanan, Joane mengepak barang-barangnya untuk pindah ke kost baru. Sebelum pindah ia berkata pada Mumun yang membantu membereskan barangnya.
“Makasih yah Mun, sori kalau selama ini ngerepotin kamu, jangan lupain yang pernah kita pelajari yah”
Mumun merasa kesepian setelah Joane pindah dari kost itu, ia tidak mana kemana gadis itu pindah karena Joane tidak mengatakannya, namun ia tidak akan melupakan pengalaman yang didapatnya dari gadis itu, pengalaman itu menjadi kesan tersendiri dalam kehidupannya.